Selasa, 21 Juni 2011

Selamat Jalan Pahlawan Devisa .. Pemerintah Indonesia berdosa karenanya.

Innalillahi wa inalillahi rojiun,…


Selamat Jalan Ibunda Ruyati Binti Satubi,Umur 54 THN, TKW Indonesia yang menjalani hukum pancung di Arab Saudi.

Kekerasan yang dialami TKI di luar negeri, termasuk hukuman pancung yang dialami Ruyati oleh pemerintah Arab Saudi pada Sabtu (18/6) menunjukan bahwa sebenarnya pemerintah Indonesia gagal memenuhi hak konstitusional warga negaranya sendiri ,Harusnya itu menjadi tanggung jawab negara memberikan pendidikan, lapangan pekerjaan dan kesejahteraan bagi rakyatnya. Pengiriman TKI ke luar negeri di lihat dari sisi lain sebenarnya suatu hal yang membuktikan bahwa Negara telah lepas tangan karena dia tidak bisa memberikan hak-hak warga Negara.
Untuk itu, pemerintah harus melakukan pekerjaannya di dalam negeri dengan membenahi sektor pendidikan, tenaga kerja dan berbagai sektor terkait dalam pemberian lapangan kerja yang layak.
Eksekusi pemancungan terhadap Ruyati di lakukan tanpa pemberitahuan kepada perwakilan Indonesia seolah mengabaikan kewajiban kekonsuleran otoritas Arab Saudi kepada perwakilan Indonesia. Berdasarkan kelaziman yang dapat diargumentasikan sebagai hukum kebiasaan internasional, perwakilan dari warga yang akan menjalani eksekusi mati wajib diberi tahu oleh otoritas setempat. 
Bahkan diplomat dari perwakilan tersebut diberi kesempatan untuk menyaksikan eksekusi. Oleh karenanya sangat aneh bila perwakilan Indonesia di Arab Saudi tidak mendapat pemberitahuan. Dalam konteks ini, Pemerintah Indonesia perlu bersikap tegas terhadap Pemerintah Arab Saudi yang menyepelekan kewajiban memberi tahu.
Masalah TKI ini harus mendapat perhatian yang lebih serius dari pemerintah agar berbagai peristiwa tidak terus berulang. Tidak seharusnya berbagai institusi pemerintah bersilang pendapat. Semua saling mengumbar alasan pembenar, seolah melepaskan tanggung jawab mereka sebagai aparatur Negara yang sebenarnya secara filosofis adalah pelayan masyarakat. Mereka lah yang seharusnya bertindak lebih dulu, dan tindakan mereka seharusnya tersistem dan rapi mampu menjalani kordinasi yang baik antara satu instansi dengan instansi lainnya atau bahkan mampu menjadi wakil untuk berdiplomasi terhadap pihak Arab Saudi. Kepala BNP2TKI Jumhur Hidayat, misalnya, menyatakan penyampaian pemberitahuan bukan merupakan kewajiban dari otoritas Arab Saudi karena tidak diatur dalam perjanjian bilateral.
Menurut saya, Pernyataan itu sangat aneh mengingat hingga saat ini perjanjian bilateral yang mengatur TKI itu ada sebagaimana disyaratkan oleh Pasal 27 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Terlebih lagi pernyataan tersebut tidak keluar dari instansi yang bertanggung jawab untuk urusan luar negeri. 
Kementerian luar negeri yang memiliki otoritas untuk urusan luar negeri telah menyampaikan bahwa kewajiban memberi tahu dari Pemerintah Arab Saudi tidak dilakukan. 
Oleh karenanya dalam menghadapi negara lain dan memperjuangkan hak bangsa dan negara ini, berbagai instansi pemerintah harus tahu porsi tugas masing-masing dan melakukan koordinasi agar tidak terjadi kesimpangsiuran. Pemerintah juga harus menyadari, ketegasan mereka harus terlihat di mata publik Indonesia. 
Jangan sampai publik membandingkan ketegasan Pemerintah Indonesia dengan ketegasan Pemerintah Australia dalam kasus impor sapi. Bila Pemerintah Australia dapat bertindak tegas, mengapa Pemerintah Indonesia tidak bisa juga bertindak tegas terhadap Pemerintah Arab Saudi? Bukankah nyawa manusia lebih berharga daripada sapi? Ke depan dalam rangka perlindungan TKI, pemerintah tidak cukup dengan melakukan pendampingan bantuan hukum ketika TKI sedang dirundung masalah hukum.
Pemerintah sangat lamban dan cenderung sangat reaksioner dalam bertindak, karena selalu bekerja dan bergerak setelah masalah ini sudah terangkat, seharusnya kinerja pemerintah harus lebih mampu mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan yang terjadi yang berkaitan tentang hak-hak para Tenaga kerja Indonesia.
Menurut saya, Pembentukan BNP2TKI adalah bukti ketidak seriusan pemerintah menangani hal-hal yang berkaitan dengan hak-hak tenaga kerja Indonesia , karena keberadaannya sama saja melegalisasi kegagalan pemerintah, karena BNP2TKI itu tidak perlu ada kalau pemerintahnya berhasil.
Kinerja Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) itu pun harus segera dievaluasi. Sebab, kasus kekerasan yang dialami para pahlawan penyumbang devisa seakan tidak bisa dihentikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar